Modusnya, kata dia, tahun pemasukan mobil ke Batam dibuat sebelum 2004, untuk menghindari pajak kendaraan. Polisi, lanjut Usman, akan menelusuri lebih lajut siapa atau pihak mana saja yang terlibat dalam pemalsuan dokumen mobil dan akan terus dikembangkan. Menurut dia, pemalsuan dokumen bodong itu bisa mengarah ke korupsi karena merugikan keuangan negara. Mobil-mobil mewah yang diamankan itu merupakan kendaraan seri terbaru dan bekas asal Singapura, ditandai dengan lebel x pada plat mobil.
Di tempat yang sama, pemilik kendaraan BMW 530i, Hadi, mengatakan tidak tahu mengapa kendaraannya diamankan. "Saya tidak tahu, ini tiba-tiba," kata dia dan mengaku dokumen mobil, SIM dan STNK-nya lengkap.
Diantara merk dan jenis mobil yang diamankan antara lain BMW X5, Lexus E240, Lexus RX300, Toyota Wish, Lexus Land Cruiser, BMW 530i, Mercedes CDI dan Jaguar s type. Puluhan mobil mewah itu diamankan di halaman Polresta Barelang dan hingga saat ini jumlahnya terus bertambah. Halaman Polresta Barelang dikelilingi garis polisi untuk mengamankan kendaraan bodong.
Syarat Pendirian Usaha Jasa Pengiriman ekspres :
Dasar Hukum :
Saat ini perusahaan-perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres dalam menjalankan operasionalnya berlandaskan pada UU No. 6/84 mengenai Pos dan mendapat ijin yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi atas nama Menteri Perhubungan yang disebut : Surrat Ijin Pengusahaan Jasa Titipan (SIPJT).
Adapun keputusan menteri Parpostel yang mengatur mengenai perijinan Jasa Titipan adalah Kepmen Parpostel No. KM.38/PT.102/MPPT-94.
Dalam Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi tersebut disebutkan bahwa persyaratan umum menjadi penyelenggara jasa pengiriman ekspres adalah sebagai berikut
1.Berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi, yang dalam akte pendiriannya dimaksudkan berusaha di bidang jasa titipan;
2.Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Perusahaan;
3.Mayoritas sahamnya/modal dimiliki Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia;
4.Mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang tenaga yang mempunyai keahlian di bidang pos dapat diperoleh melalui pendidikan formal, pengalaman kerja atau pelatihan khusus;
5.Melampirkan rencana usaha yang meliputi tarif, pendapatan, pemasaran dan rencana kerja selama 5 (lima) tahun;
6.Mempunyai kantor tetap dan peralatan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; dan
7.Rekomendasi Kakanwil setempat;
Untuk mendapatkan izin, pemohon wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan diatas (a s/d g). Perusahaan asing dapat menyelenggarakan jasa titipan di wilayah Republik Indonesia dengan melakukan kerjasama dengan penyelenggara nasional yang telah memiliki izin.
• Kepdirjen Postel No. 108/DIRJEN/1994 :
Tata Cara Perizinan :
1.Izin dari Direktur Jenderal dapat diberikan kepada penyelengara yang memenuhi persyaratan.
2.Persyaratan untuk Kantor Pusat adalah sebagai berikut :
3.1.Bentuk Badan Usaha :
2.*Perseroan Terbatas, akte pendiriannya harus telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman, telah terdaftar pada Panitera Pengadilan Negeri setempat dan telah diumumkan dalam berita negara.
*Koperasi, akte pendiriannya telah memperoleh status badan hokum dari Departemen yang membidangi Koperasi.
*Mayoritas sahamnya/modal dimiliki warga negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia
*Menempati kantor yang tetap untuk melaksanakan usahanya dengan ukuran sekurang-kurangnya: ruang kantor 4 x 6 meter, ruang pelayanan 4 x 6 meter, dan ruang penyimpanan 4 x 5 meter.
*Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan
*Memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) buah timbangan ukuran 0 s.d 30 kg
*Mempunyai tenaga ahli dibidang pos sekurang-kurangnya 1 (satu) orang yang dibuktikan dengan ijazah, tanda lulus atau surat pengalaman kerja di bidang pos
*Mempunyai pedoman dan syarat-syarat pengiriman yang mudah diketahui oleh pengguna jasa
*Mempunyai daftar tarip kiriman jasa titipan
*Mempunyai izin tempat usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat
*Rekomendasi dari Kakanwil setempat
*Memiliki kartu tanda penduduk, atas nama pimpinan/penanggung jawab perusahaan
*Mempunyai surat keterangan berkelakuan baik dari Kepolisian setempat atas nama penanggung jawab/pimpinan perusahaan yang masih berlaku
*Melampirkan rencana usaha untuk masa lima tahun
*Mempunyai surat pernyataan kesediaan menjadi anggota asosiasi.
3.Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Kantor Cabang untuk dapat melakukan usaha jasa titipan adalah sebagai berikut :
4.*Berbentuk Koperasi atau PT
*Mayoritas sahamnya/modal dimiliki Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia
*Mempunyai surat penunjukan atau pengangkatan dari Pimpinan Kantor Pusat
*Menempati kantor yang tetap untuk melaksanakan usahanya dengan ukuran sekurang-kurangnya : ruang kantor 3 x 5 meter, ruang pelayanan umum 2 x 3 meter dan ruang penyimpanan 2 x 3 meter
*Memiliki 1 (satu) buah timbangan ukuran minimum 0 s.d 30 kg
*Mempunyai izin tempat usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat
*Mempunyai kartu tanda penduduk atas nama pimpinan cabang
*Mempunyai pedoman tentang syarat-syarat pengiriman yang dapat dengan mudah diketahui oleh pengguna jasa
*Mempunyai daftar tarip kiriman jasa titipan
*Mempunyai surat keterangan berkelakuan baik dari Kepolisian setempat atas nama pimpinan yang masih berlaku
*Mempunyai surat rekomendasi dari Kakanwil setempat
*Mempunyai surat pernyataan kesediaan menjadi anggota asosiasi
5.Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Kantor Agen untuk dapat melakukan kegiatan usaha dibidang jasa titipan adalah sebagai berikut :
6.1.Berbentuk Koperasi, PT, CV atau Fa
2.*Mayoritas sahamnya/modal dimiliki Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia
*Mempunyai surat perjanjian kerja sama keagenan dengan kantor Pusat atau Cabang
*Menempati kantor yang tetap untuk melaksanakan usahanya dengan luas ruang pelayanan ukuran sekurang-kurangnya 3 x 3 meter
*Memiliki 1 (satu) buah timbangan ukuran minimum 0 s.d 30 kg
*Mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atas nama Pimpinan Agen
*Mempunyai surat keterangan izin tempat usaha dari pemerintah daerah setempat
*Mempunyai surat keterangan berkelakuan baik dari Kepolisian setempat atas nama pimpinan Agen yang masih berlaku
*Mempunyai daftar tarip kiriman jasa titipan
*Mempunyai surat rekomendasi dari Kakanwil setempat
7.Persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan asing yang ingin mengadakan kerjasama operasional dengan penyelenggara jasa titipan yang telah memiliki SIPJT sebagai berikut :
8.*Memiliki persetujuan tertulis dari Direktur Jenderal
*Memiliki perjanjian kerjasama operasi pengusahaan jasa titipan dengan Kantor Pusat penyelenggara
*Memiliki izin beroperasi di Indonesia dari instansi terkait
9.Dalam hal permohonan kerjasama operasi antara perusahaan asing dengan pemilik izin yang berkasnya telah lengkap atau tidak lengkap, maka persetujuan atau penolakan dari Direktur Jenderal disampaikan melalui pos selambat-lambatnya dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja.
BATUAMPAR (BP) - Kantor Bea dan Cukai Batam menegaskan kran impor mobil memang telah dibuka. Namun, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pengusaha atau importir yakni pengisian form Surat Keterangan Pemasukan Kendaraan Bermotor (SK-PKB).
Surat ini, kata Kasi Pelayanan dan Informasi Kantor Bea dan Cukai Kelas IIB Batam Iwan Agung, berupa form SK-PKB 01, 02 A, 02 B, dan 03.
Ia mengatakan, form 01 ini dikhususkan untuk mobil luar negeri yang masuk ke daerah pabean ke kawasan bebas. Sedangkan form 02 A dipergunakan bagi kendaraan yang dimasukkan dari tempat penimbunan berikat ke kawasan bebas.
Sementara form 02 B dipergunakan untuk kendaraan antar kawasan bebas misalnya dari Batam ke Bintan yang juga kawasan free trade zone (FTZ). Sedangkan form 03 berfungsi berlaku dari tempat kawasan dalam daerah pabean ke kawasan bebas. “Misalnya dari Jakarta ke Batam,” ujar Agung kepada Batam Pos, Selasa (14/9).
Dijelaskannya, semua pendaftaran fasilitas terhadap form-form di atas tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN) sesuai peraturan menteri keuangan (PMK) nomor 152/PMK.04/2010 tentang tata cara pemasukan, pengeluaran kendaraan bermotor dari dan ke kawasan yang telah ditunjuk sebagai kawasan FTZ.
Khusus untuk mobil impor, kata Agung, mutlak harus brand new atau mobil baru, sedangkan penjual mobil lokal (dalam negeri) diperkenankan untuk memasukan mobil bekas atau seken dari daerah lain. Namun mobil lokal yang masuk ke Batam dan jika akan dikeluarkan lagi ke daerah atau kota lain, akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).
Menanggapi keluhan pengusaha atas pemberlakuan Tanda Pendaftaran Tipe (TPT) dalam setiap impor kendaraan bermotor, Agung menegaskan, hal itu telah diatur sebagai kewajiban dalam pasal 5 peraturan Dewan Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas nomor 6 tahun 2009. “TPT itu dilakukan oleh Departemen Perindustrian melalui BP Kawasan. Tujuannya untuk menjaga produk dalam negeri,” tandas Iwan.
Terkait jenis dan kuota mobil impor ke Batam, ia mengatakan, itu kewenangan BP Kawasan sebagai pemberi izin. Bea dan Cukai kata dia hanya melaksanakan kewenangannya sesuai tugas dan fungsinya dalam hal pengawasan.
Ia juga menegaskan, impor mobil sudah bisa dilakukan oleh para pengusaha yang telah mengantongi izin impor dari BP Kawasan tapi tetap harus melengkapi form-form diatas agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Sementara untuk keberadaan puluhan unit mobil yang telah dimasukan oleh pengusaha dan disegel jajarannya sejak tahun lalu, Agung menyatakan sudah tak menjadi masalah lagi asalkan pengusaha melengkapi persyaratan impornya sesuai juklak dan juknis yang diatur dalam peraturan menteri keuangan tersebut. “Boleh diurus dan dijual ke masyarakat, tapi penuhi dulu persyaratannya sesuai PMK diatas,” katanya.
Dibukanya keran impor mobil baru ini di Batam, membuat harga mobil mejadi murah, termasuk mobil mewah, karena bebas PPN, Bea Masuk, Cukai dan PPnBM.
Berplat Khusus
Aturan hukum impor kendaraan bermotor dari dan ke kawasan bebas ini diatur dalam PMK Nomor 152 tentang Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Kendaraan Bermotor ke dan dari Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang diteken tanggal 30 Agustus 2010 lalu. Sementara revisi PP 02/2009 tentang kepabeanan, perpajakan dan cukai, serta pengawasan atas pemasukan dan pengeluaran barang di dalam kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas saat ini masih dalam proses.
”Pemberlakuan PMK 152 itu mengatur pelaksanaan importasi mobil di kawasan FTZ BBK, dimana importasi mobil hanya berlaku di kawasan FTZ BBK dan tidak boleh dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean,” kata Wakil Ketua Umum (Waketum) Bidang Investasi dan Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Kepri, Abdullah Gosse kepada Batam Pos, kemarin (14/9).
Pengaturan alokasi mobil impor, lanjut pria berkacamata itu, dilakukan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama dengan Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai (KPU BC) Batam. “Satu hal lagi, mobil impor punya nomor plat khusus. Sehingga, tidak bisa keluar dari kawasan FTZ BBK,” urainya.
Izin Dikeluarkan BP Batam
Soal pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke BP Batam, pria murah senyum itu menegaskan bahwa hal tersebut memang sudah diatur Undang-undang (UU). “Tapi perizinan dikeluarkan oleh BP Batam, supaya tidak terjadi tumpang tindih peran BP Batam dan Dewan Kawasan (DK),” cetusnya.
Menurut Gosse, pelayanan perizinan di BP Batam itu merupakan wujud dari pelayanan satu atap perizinan, yang sebelumnya telah diinstruksikan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa dalam pertemuan dengan DK, BP Batam dan menteri terkait yang juga dihadiri Gubernur Kepri pada tanggal 12 Agustus lalu di Jakarta.
Implementasi model perizinan satu atap, lanjutnya juga berimplikasi pada perizinan yang selama ini berada di Pemko juga harus ke BP Batam. “Karena itu diharapkan harmonisasi antara Pemko dan BP Batam harus segera digesa dan terlaksana,” tambahnya.
Tanda Pendaftaran Tipe
Gosse juga menyinggung mengenai Tanda Pendaftaran Tipe (TPT) Impor. Gosse mengaku ia sudah pernah bertemu dengan Dirjen Perindustrian guna membahas TPT Uji Tipe dan TPT Impor tersebut pada tahun 2009 silam.
“Dalam pertemuan dengan Pak Budi (Dirjen Perindustrian), kita meminta agar pemerintah pusat memahami bahwa Batam merupakan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tapi perlakuan kepabeanannya berada di luar wilayah pabean,” paparnya.
Dalam pertemuan itu, lanjut Gosse, berlangsung negosiasi supaya diberi kemudahan pelayanan administrasi ke BP Batam. “Tinggal saja approval-nya tetap ditangani Dirjen. Itu negosiasi kita dengan Dirjen saat itu,” lanjutnya.
Pasca pertemuan dengan Dirjen Perindustrian, kemudian difollow up lagi dengan pertemuan antara DK, BP Batam dan Direktur Pelaksana Importasi Mobil, Pangga. “Alhamdullilah, pasca pertemuan dengan Pak Pangga akhirnya ada kemudahan terkait TPT Uji Tipe itu,” paparnya.
Kemudahan yang dimaksud, tambahnya, diberikannya kelonggaran bahwa kendaraan yang diuji tipe cuma satu kendaraan saja untuk kendaraan CBU. “Uji tipe terhadap satu unit kendaraan saja itu, tidak lain karena investasinya besar. Bayangkan saja di Asia saja cuma ada tiga. Selain itu perlu diketahui bahwa Uji Tipe itu merupakan kewenangan Kementerian Perhubungan,” bebernya.
Bagaimana dengan revisi PP 02/2009? Soal revisi PP 02 itu sendiri, kata Gosse, telah melalui proses yang cukup panjang. “Pada tanggal 18 Agustus silam di Borobudur Hotel telah ada pertemuan antara Menko Perekonomian dengan instansi terkait FTZ guna membahas revisi PP 02/2009 itu,” ungkapnya.
Gosse mengaku bahwa saat ini banyak hambatan yang dialami dan implementasi FTZ tidak bisa berjalan baik. Apalagi, jika PP 02/2009 belum direvisi. “Kenapa PP 02/2009 itu perlu direvisi, karena disitu ada instrumen kepabeanan yang menghambat pelaksanaan FTZ sampai saat ini,” jelasnya.
Meski begitu, Gosse mengaku bahwa Menko Perekonomian mengharapkan pelaksanaan FTZ di BBK merupakan best practise pelaksanaan FTZ di kawasan serupa lainnya di dunia. “Cuma kondisi di Batam bertentangan dengan harapan Menko Perekonomian itu, karena masih ada aturan tata niaga. Masalah itu sudah saya jelaskan ke Deputi Makro Kementerian Perekonomian,” paparnya.
Sejauh ini, kata Gosse, kebijakan kepabeanan di Batam yaitu PMK 825 dan PMK 60/2005 tentang Bonded Zone Plus justru lebih liberal dari implementasi UU 44/2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
“Kedua, kita juga malu ke investor karena Presiden SBY sudah melaunching FTZ diikuti relaunching FTZ oleh Menko Perekonomian, tapi implementasi FTZ tidak jalan karena ada pesoalan PP 02/2009 yang memberlakukan tata niaga di kawasan FTZ. Ini yang harus direformasi, supaya bisa berjalan sesuai harapan Menko Perekonomian,” paparnya.
Keberhasilan pelaksanaan FTZ, lanjut Gosse juga harus sejalan dengan bagaimana Bea Cukai (BC) juga pro terhadap FTZ.
Terkait pertemuan pembahasan revisi PP 02/2009, Gosse mengungkapkan bahwa sedikitnya sudah digelar tiga kali pertemuan sejak pertemuan perdana yang digelar tanggal 18 Agustus silam. “Pada pertemuan ke-4, sekaligus dilakukan sosialisasi revisi PP 02/2009 itu,” tambahnya.
Mengenai revisi PP 02/2009, Gosse mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyurati Gubernur Kepri. “Dalam surat ke Bapak Gubernur kami menegaskan bawah kalau revisi PP 02/2009 tak pro FTZ maka kita meminta revisi tersebut ditunda pelaksanaannya atau stakeholder menolak,” tegasnya.
Tidak sampai di situ, pihaknya juga meminta Gubernur, BP Batam dan Asosiasi untuk menghadap Menteri Perekonomian. Tujuannya supaya negatif list diganti menjadi positif list.
Kementerian Keuangan mewaspadai maraknya kasus penyelundupan barang impor yang masuk melalui Free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun.
"Saya rasa info soal itu (penyelundupan) mesti kita waspadai. Saya akan tanya faktanya seperti apa," ujar Menteri Keuangan, Agus Martowardojo di kantornya, Jumat (17/9).
Menurut Agus, kasus penyelundupan barang impor melalui FTZ berpotensi meningkat dan perlu diwaspadai, mengingat wilayah FTZ dan kawasan Ekonomi Khusus (KEK) akan banyak dibangun.
"Barang impor yang masuk FTZ tersebut bebas dari bea masuk dan pajak. Dan bila keluar dari FTZ dan masuk ke daerah kepabeanan, maka barang tersebut akan dikenakan bea masuk dan pajak," kata Menkeu. Menurut Agus, kasus penyelundupan barang impor melalui FTZ berpotensi meningkat dan perlu diwaspadai, mengingat wilayah FTZ dan kawasan Ekonomi Khusus (KEK) akan banyak dibangun.
"Barang impor yang masuk FTZ tersebut bebas dari bea masuk dan pajak. Dan bila keluar dari FTZ dan masuk ke daerah kepabeanan, maka barang tersebut akan dikenakan bea masuk dan pajak," kata Menkeu.